Mantu Kucing adalah suatu upacara adat yang sering dilakukan di desa Purworejo, Kecamatan Pacitan, Pacitan. Di daerah lain (luar kota  Pacitan) ada upacara yang mirip atau sama dengan Mantu Kucing, hanya saja mungkin namanya yang berbeda. Upacara adat ini diangkat dari tradisi masyarakat desa Purworejo, Kecamatan Pacitan, Pacitan. Kejadian masa silam (tidak disebutkan tahun kejadian) dikisahkan seorang warga desa yang memperoleh “wisik” (petunjuk dari Tuhan) agar turun hujan, maka mereka melaksanakan upacara “Mantu Kucing”. Waktu itu para sesepuh musyawarah untuk melaksanakan upacara “Mantu Kucing”.
Upacara ini dilakukan pada saat musim kemarau yang berkepanjangan atau saat yang seharusnya musim hujan namun belum terlihat adanya tanda-tanda turun hujan. Upacara ini bertujuan untuk meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar hujan turun di daerah dimana diadakan upacara adat tersebut. Upacara ini layaknya menikahkan dua orang manusia. Hanya saja dalam konteks ini yang dinikahkan adalah dua ekor kucing (baik satu desa ataupun dengan desa tetangga).
Upacara adat ini bisa dilaksanakan jika syarat-syarat yang ditentukan sudah dilengkapi. Syarat-syarat untuk melakukan upacara adat ini antara lain :
þAdanya sesaji (makanan, bunga-bungaan, dan beberapa buah payung)
þOrang yang dianggap mempunyai kemampuan spiritual (sesepuh desa)
þ2 ekor kucing (jantan dan betina)
þ  - Warga desa yang ikut menyaksikan dan sekaligus menjadi saksi
Sedangkan proses untuk melaksanakan upacara Mantu Kucing ini sendiri sebagai berikut :
1.      Warga desa berkumpul pada suatu tempat. Biasanya di pinggir aliran sebuah sungai di dekat tempat kucing betina dipelihara.
2.      Orang yang dianggap sebagai sesepuh mulai memimpin jalannya upacara, diawali dengan melakukan doa-doa yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.      Sesaji yang ada diletakkan di pinggir sungai sambil terus memanjatkan doa-doa.
4.      Setelah itu, sepasang kucing yang telah dipersiapkan sebelumnya mulai dinikahkan. Proses menikahkan ini dilakukan berdekatan dengan letak sesaji.
5.      Setelah proses pernikahan selesai, sepasang kucing beserta sesaji tersebut diarak berkeliling kampung dengan berjalan kaki.
6.      Selesai. Sesaji bisa diletakkan di pinggir aliran sungai atau dihanyutkan pada aliran sungai tersebut.
Semua proses diatas harus dilaksanakan secara berurutan agar hujan yang dianggap sebagai rizki dari Tuhan segera turun di sekitar wilayah tempat melaksanakan upacara Mantu Kucing tersebut.


Goa Gong terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Donorejo, sekitar 140 km arah selatan kota Solo atau 30 km arah Barat Daya Kota Pacitan.
Dinamakan Goa Gong karena didalamnya terdapat sebuah batu yang jika dipukul akan menimbulkan bunyi seperti Gong yang ditabuh. Perjalanan menuju goa ini relatif mudah, dengan jalanan setapak yang sudah diperbaiki dengan baik.
Sepanjang jalan menuju Goa Gong akan melewati daerah perbukitan yang dengan goa-goa di dalamnya. Goa-goa di Pacitan ini pada umumnya terbentuk dari jenis batuan Karst, batu yang tampak hitam dan sangat keras. Pada awal mulanya Goa Gong diketemukan oleh dua orang penduduk lokal yang tanpa sengaja sedang ingin mencari sumber air.
Jangan membayangkan keadaan goa yang gelap dan menakutkan, karena saat masuk ke mulut goa yang sejauh 300 M, pengunjung akan menikmati goa Gong ini dengan nyaman.
Tidak benar-benar terang, tapi goa Gong di fasilitasi dengan cahaya lampu yang temaram di sepanjang jalan masuknya. Hal ini yang menjadikan goa Gong lain dari goa-goa yang lain di Pacitan.


Facebook PierreDawn (Active)
Whatsapp +62758788666 (Non Active Temporary)


Yahoo Email : dragon_knight61@rocketmail.com
Google Mail : pierredawn.pd@gmail.com